GAYA KRITIK DAN SINDIRAN SEBAGAI
WUJUD EKSISTENSI DALAM PIDATO MEGAWATI SOEKARNO PUTRI
Mezri Helti
Mahasiswa
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Program
Pascasarjana Universitas Negeri Padang
A. PENDAHULUAN
Retorika sebagai bentuk komunikasi menduduki posisi
penting dalam kehidupan manusia. Retorika mampu mengkonstruksikan argumen dan
pandangan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Retorika memuat
kekuatan, energi, emosi, dan pemikiran, yang dipancarkan melalui sebuah sistem
dan tanda‐tanda,
termasuk di dalamnya bahasa yang ditujukan pada orang lain untuk mempengaruhi
pendapat atau aksi mereka.
Retorika sebagai seni bertutur menggunakan bahasa
sebagai medium utamanya. Oleh karena itu ada aspek-aspek yang harus
diperhatikan dalam retorika. Keraf (2010: 1) menyatakan ada dua aspek yang
perlu diketahui seseorang dalam retorika, yaitu pengetahuan mengenai bahasa dan
penggunaan bahasa dengan baik, serta pengetahuan tentang objek yang ingin
disampaikan. Pengetahuan tentang bahasa dapat membantu seseorang menggunakan
aturan-aturan bahasa dan simbol-simbol bahasa dalam menyampaikan pesan atau
gagasan. Selain itu, pengetahuan tentang bahasa membantu seseorang menggunakan
bahasa sesuai dengan konteksnya.
Bahasa sebagai simbol kekuatan retorika, telah
digunakan manusia untuk berbagai kepentingan, baik kepentingan perorangan
maupun kelompok. Keterbukaan arus komunikasi, menjadikan posisi bahasa sebagai
alat untuk mempengaruhi dan mempersuasi orang lain. Tidak hanya itu, bahasa dijadikan
alat untuk menanamkan ideologi suatu kelompok kepada kelompok lain. Bahasa adalah
alat pertarungan yang dapat menguasai dan memarginalkan kelompok lain yang
tidak mendominasi. Bahasa dapat dijadikan sebagai alat kritik dan sindiran
terhadap penguasa yang dianggap tidak mampu memahami aspirasi dan kebutuhan masyarakatnya.
Bahasa adalah wujud eksistensi diri maupun kelompok di dalam masyarakat. Retorika
sebagai suatu bentuk komunikasi adalah alat yang digunakan untuk semua
kepentingan tersebut.
Retorika sebagai tuturan menggunakan berbagai bentuk
gaya bahasa dalam penyampaiannya. Beberapa bentuk gaya bahasa yang digunakan
dalam retorika, adalah gaya bahasa kritik, gaya bahasa sindiran (kiasan), dan
gaya bahasa retorik. Sehubungan dengan
penelitian ini, untuk mengungkap makna dari suatu tuturan maka digunakan
gaya bahasa kritik dan gaya bahasa sindiran.
Gaya kritik dan sindiran tidak hanya memaknai sebuah
tuturan berdasarkan aspek kebahasaan atau penggunaan bahasa berdasarkan
maknanya. Lahirnya sebuah kritik tidak terlepas dari konteks saat bahasa itu
digunakan, yakni adanya pertimbangan situasi saat sebuah tuturan diungkapkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Eriyanto (2009:7) menyatakan bahwa bahasa
dianalisis bukan hanya untuk menggambarkan aspek kebahasaan semata, tetapi juga
dihubungkan dengan konteks. Konteks disini, berarti bahasa itu dipakai untuk
tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik kekuasaan. Gaya
kritik secara tidak langsung berusaha mencari kelemahan, menjatuhkan, dan memposisikan
pihak yang dikritik pada posisi yang dianggap salah atau memiliki kekurangan.
Demikian juga dengan gaya sindiran, dapat digunakan untuk mencari kelemahan seseorang
atau sekelompok orang.
Kritik
atau mengkritik memiliki makna kecaman atau tanggapan terhadap sesuatu (dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 742). Mengkritik hakikatnya adalah
mencari-cari kesalahan. Jika dihubungkan dengan situasi politik Indonesia saat
ini, mengkrik adalah suatu hal yang biasa bahkan dengan bebas dapat dikemukakan.
Masing-masing partai politik dapat dengan bebas memberikan kritikan kepada
partai yang dianggap berseberangan dengan ideologi mereka. Bahkan kritikan
dapat dengan bebas ditujukan kepada pemerintahan yang berkuasa. Gejala
mengkritik yang terjadi di Indonesia saat ini, tidak hanya untuk mencari
kesalahan dan kekurangan kelompok lain atau partai lain. Mengkritik dapat
dijadikan sebagai wujud eksistensi diri atau kelompok. Dengan kata lain, kelompok
yang memberikan kritikan, seolah-olah menempatkan diri mereka pada posisi yang benar
dan lebih baik dari kelompok yang dikritik.
Menyindir
atau sindiran memiliki makna yang hampir sama dengan mengkritik. Menyindir
merupakan tidakan mencela atau mengkritik secara tidak langsung atau tidak
terus terang (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 1311). Selain digunakan
untuk mencari kelemahan dan kekurangan seseorang atau sekelompok orang,
sindiran dapat memperkuat posisi dan eksistensi atau keberadaan pihak yang
memberikan sindiran. Dengan memberikan sindiran, seolah-olah pihak tersebut
memiliki sikap, tindakan dan pandangan yang lebih baik daripada pihak yang
mendapatkan sindiran.
Retorika
dengan gaya kritik dan sindiran bukanlah hal yang asing lagi dalam kehidupan
bangsa Indonesia. Salah satu kelompok atau partai, yang memiliki gaya kritik
dan sindiran yang tajam terhadap pemerintahan adalah Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP). Megawati Soekarno Putri sebagai ketua umum PDIP sangat
dikenal berani dalam memberikan kritikan dan sindiran, terutama terhadap pihak
pemerintahan atau penguasa. Sikap Megawati yang sering berlawanan dengan pihak
penguasa, sering menjadi sorotan berbagai media di tanah air. Bahkan kritikan
dan sindiran Megawati, lebih sering diarahkan secara pribadi kepada pimpinan negara
Indonesia, yakni presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Gaya kritik dan
sindiran Megawati terhadap pemerintahan sering mewarnai setiap pidatonyo di
berbagai acara di tanah air. Untuk memahami lebih mendalam tentang gaya krtik
dan sindiran Megawati, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gaya
kritik dan sindiran dalam pidato Megawati sebagai wujud eksistensi diri dan
eksistensi partai PDIP.